Rabu, 12 November 2014

Wacana Ideal tentang Sekolah Unggulan di Indonesia


            Belum juga selesai semester genap di kelas enam, atau sembilan, atau bahkan TK B, orang tua sudah sibuk mencari sekolah untuk anak mereka. Rata-rata orang tua ingin anak-anaknya masuk dalam sekolah unggulan. Sangat bisa dimaklumi mengingat sekolah unggulan biasanya menawarkan fasilitas pendidikan yang lengkap serta output nilai siswa yang memuaskan. Harus melalui persaingan ketat untuk masuk sekolah tersebut. Jika ternyata anak bisa masuk melalui seleksi yang biasanya berupa tes akademik itu, maka orang tua pun lega sekaligus bangga karena artinya anaknya termasuk siswa pandai. Lalu bagaimana dengan yang tidak lolos di sekolah unggulan manapun? Apakah ia seorang anak yang bodoh dan tidak berprestasi?
            Hakekatnya, sekolah adalah lembaga tempat siswa datang untuk menimba pengetahuan, sehingga terjadi perubahan dari anak yang semula tidak tahu menjadi tahu, dan yang semula tidak bisa menjadi bisa, yang semula tidak pandai menjadi pandai.
 Pintar atau pandai berkaitan erat dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan yang sesungguhnya menurut Dr. Howard Gordner yang disebut Teori Multiple Intelligences (MI), bukan hanya cerdas bidang akademik saja. Itu adalah teori kuno yang membunuh banyak potensi siswa. Ada delapan jenis kecerdasan yang masing-masing bisa kita temukan menonjol salah satunya pada diri seorang anak, atau kadang seorang anak memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan. Kecerdasan apa sajakah itu? Yaitu: Kecerdasan linguistik, Matematis-Logis, Visual-Spasial,  Musik, Kinestetik, Interpersonal, Intrapersonal, dan Naturalis. Jadi sebenarnya tidak ada anak yang bodoh. Lalu mengapa sekolah-sekolah  unggulan itu menggunakan kriteria tes akademik yang hanya mencakup sebagian kecil jenis-jenis kecerdasan tersebut?
Jika yang diterima masuk hanya anak-anak yang sudah dianggap pintar dari awal, bukankah hal biasa jika outputnya yang dinilai dari standar angka nilai akademiknya itu juga akan bagus hasilnya? Lalu, dimana hakekat makna “unggulan” dari sekolah tersebut? Jika memang ingin disebut unggulan, seharusnya dibuktikan dengan kemampuan sekolah untuk memproses (mengubah) siswa dari keadaan apapun (pandai atau tidak pandai)  menjadi jauh lebih pandai dari sebelumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan strategi pembelajaran yang dirancang oleh guru-guru di sekolah itu, yang tepat guna  dan tepat sasaran sehingga hasil pembelajaran mampu menjadikan siswa mencapai prestasi yang optimal. Di sini sangat penting untuk memahami modalitas belajar seorang siswa, yang tak mesti sama antara siswa satu dengan siswa lainnya. Modalitas belajar adalah gaya dan kecenderungan tertentu seorang seorang anak dalam proses penerimaan informasi baru ataumenyerap ilmu yang baru dipelajarinya, apakah masuk tipe Auditorial, Visual, Kinestetik, atau gabungan dari dua jenis dari masing-masing jenis modalitas belajar itu. Manfaat mengetahui modalitas belajar siswa adalah agar tidak terjadi keadaan dimana gaya mengajar guru tak sesuai dengan gaya belajar siswa. Siswa akan lebih mudah menyerap ilmu yang disampaikan apabila gaya mengajar guru sesuai dengan kecenderungan belajar yang dimilikinya.
Dengan diketahuinya Multiple Intelligences dan modalitas belajar para siswa, maka akan mudah mengelompokkan mereka sesuai dengan  bakat bawaanya, agar guru lebih mudah merencanakan metodologi penyampaian pelajaran yang tepat pada para siswa. Sehingga sebenarnya tak harus mencari bibit yang dianggap “cerdas” untuk menciptakan output yang berprestasi..
Sekolah unggulan seharusnya menerima siswa dengan segala jenis kecerdasannya, untuk kemudian dikembangkan oleh sekolah sehingga mampu berprestasi di bidang kecerdasan  masing-masing. Jadi, tak seharusnya sekolah unggulan menggunakan nilai tes akademik sebagai standar masuk tidaknya seorang anak di sekolah tersebut, tetapi menggunakan tes yang berguna mencari bakat kecerdasan masing-masing anak serta gaya belajar anak, dalam rangka melakukan pendekatan metodologi pembelajaran yang akan diterapkan guru pada masing-masing anak.
Sudah adakah sekolah di Indonesia yang menerapkan sistem seperti ini? Jawabannya ada. Salah satunya adalah SMP YIMI Gresik yang telah menerapkan MIR yaitu Multiple Intelligences Research saat siswa mendaftar. Dan itu bukanlah tes ujian masuk tetapi tes untuk mengetahui kecenderungan bakat dan gaya belajar anak.. Nyatanya dengan beragam kemampuan siswa yang masuk (tak hanya yang dianggap cerdas saat awal masuk), sekolah ini mampu menghasilkan lulusan-lulusan dengan prestasi yang memuaskan.
Ke depan, semoga semua sekolah di Indonesia bisa menerapkan sistem sesuai wacana ideal sebuah sekolah unggulan yang telah dipelopori oleh SMP YIMI Gresik tersebut.  Lalu siapa yang berhak masuk di sekolah unggulan? Semua anak berhak masuk selama kuota belum terpenuhi. Andai semua sekolah menerapkan sistem ini, maka orang tua tak perlu berambisi mengejar sekolah unggulan tertentu, tinggal memilih mana yang terdekat dan mudah dijangkau, karena semua sekolah adalah sekolah unggulan.


                        

Racun itu: "Keong Racun" hingga “Buka Sithik, Jos! “


         Prihatin. Itulah kata yang terlintas dalam benak saya sebagai seorang ibu yang memiliki buah hati  yang sedang dalam masa pertumbuhan. Hampir setiap hari mereka tak lepas dari mendengar lirik-lirik lagu berbahasa Indonesia yang isinya sangat tidak layak, baik untuk konsumsi pendengaran anak-anak ataupun untuk kategori dewasa. Dalam hal ini penulis bukannya ingin mendiskreditkan jenis musik tertentu (Dangdut). Hanya kebetulan saja lirik-lirik tidak bermutu itu akhir-akhir ini ada di barisan jenis lagu tersebut. Mungkin ada juga Jenis lagu lain yang memiliki lirik kurang mendidik, namun kebetulan yang akhir-akhir ini yang lagi booming dan dihapal luar kepala oleh banyak anak masuk dalam jenis lagu tersebut.
            Sebut saja penggalan lirik lagu ini,”Dasar kau keong racun, baru kenal sudah minta tidur.” Kalau tidak salah lagu “Keong Racun” ini populer dua tahun lalu. begitu muncul di You tube, lagu ini seakan menggantikan posisi lagu kebangsaan di Indonesia, di setiap tempat, setiap saat, setiap hari berkumandang mengisi otak dan jiwa pendengarnya. Tak perlu dibela itu adalah seni yang  memiliki kebebasan berkreasi yang tak boleh dibatasi. Seniman manapun sesungguhnya membohongi hati nurani jika mengatakan kalimat lirik lagu tersebut adalah seni yang perlu dibela. Orang dewasa manapun tahu arti dari kalimat tersebut tanpa harus berpikiran kotor. Bukan pikiran pendengar lagu itu yang kotor, tapi justru lagu itulah yang memancing pikiran-pikiran kotor pada “penderita” yaitu pendengarnya. Apalagi yang masih anak bawang, yang belum terlalu paham mana yang baik dan mana yang harus dijauhi. Tidak miriskah anda jika saat mendengar lagu itu lalu anak Tk atau SD anda bertanya, “Maksudnya minta tidur gimana sih Ma?” Taruhlah kita bisa mengolah kalimat dan sedikit berbohong pada anak-anak kecil kita agar tak ketahuan maksud sesungguhnya kalimat itu, tapi kalau mereka mendengar penjelasan makna kalimat itu dari temannya? mereka yang seharusnya masih memiliki otak seputih kapas jadi teracuni pikirannya oleh bayangan adegan jorok dari penjelasan temannya tadi. Lalu bagaimana dengan remaja kita yang berada pada fase “selalu ingin tahu”? Setiap hari setiap saat mendengar kalimat itu bukankah akan terbawa ke alam bawah sadar mereka dan memancing untuk ingin tahu rasanya “Minta tidur” tersebut saat mereka sedang dekat dengan lawan jenis? Miris!
Setelah lagu “Keong Racun” agak surut popularitasnya, muncul lagu aneh bin ajaib lain, yaitu “Cinta Satu Malam”. Salah satu penggalan syair lagunya sebagai berikut,”Cinta satu malam, oh indahnya, cinta satu malam membuatku melayang, walau satu malam akan slalu kukenang dalam hidupku...”. Apa maksudnya lagu ini? Mau menceritakan kisah percintaan yang dilakukan penyanyi sama pasangannya yang berlangsung hanya dalam satu malam? Kalau percintaannya hanya satu malam nggak mungkin itu suaminya. Penulis sebut aneh bin ajaib, karena syairnya aneh, tidak ada pesan moral sama sekali justru sebaliknya seakan mengajarkan pergaulan bebas, bahwa menjalin cinta tanpa ikatan tak apa-apa, walau hanya satu malam, yang penting suka sama suka, yang penting hepi. Ajaib, karena bisa-bisanya lagu seperti tak ada yang mencekal. Dan sekali lagi, apakah penulis akan dianggap berpikiran kotor ketika merasa risih dengan lagu tersebut? Penulis sangat menghargai mereka, saat kebetulan menyaksikan di televisi sekelompok penyanyi yang membawakan lagu ini dengan mengganti sebaris kalimat lirik lagu “Cinta satu malam, oh indahnya” menjadi “Cinta selamanya, oh indahnya”, terkesan lebih menghargai arti kata cinta sebagai sesuatu yang agung, bukan sekedar untuk bersenang -senang.
Selanjutnya, belum surut lagu “Cinta Satu Malam” melanglang buana, masyarakat Indonesia dibius lagi oleh lagu “Satu Jam Saja”. “ Aduh sayang, badanku gemeteran saat engkau kecup keningku... Satu jam saja, aku dimanjanya, satu jam saja aku dirayunya, satu jam saja aku dicumbunya, satu jam saja oh indahnya....” Penulis pikir ini malah lebih parah lagi dari “Cinta Satu Malam”. Tapi bukan semalam atau hanya satu jam yang jadi masalah, tapi sudah jelas lagu tersebut mengajarkan pergaulan bebas kebablas. Entah mengapa tak ada yang mencekal, tak ada yang protes, semua oke-oke saja menikmati lantunan suara “Saskia Gotic” yang cantik itu. Ataukah kecantikan dan goyang itiknya justru menutupi makna vulgar lagu itu? Atau justru mendukung kevulgaran lagu itu sehingga rasa-rasanya tak satu pihak berwenangpun yang merasa adanya ancaman bahaya dari lirik lagu tersebut bagi generasi muda?
Belum reda kekhawatiran penulis terhadap lagu-lagu aneh bin ajaib itu, tiba-tiba khasanah dunia musik Indonesia diramaikan oleh lagu “Buka Thitik, Jos!” Lagu yang di lantunkan oleh Putri dari Annisa Bahar itu sempat membuat penulis penasaran. Lalu mencari informasi lirk lagunya yang ternyata sangat tidak berkelas. Penulis bukan menganggap orkes dangdut yang disebut dalam lagu itu tidak berkelas, tetapi sekali lagi yang dimaksud tidak berkelas adalah isi lagu itu. Intinya penonton akan bilang “Buka Thitik, Jos” saat nonton dangdut, apakah karena aku (penyanyi) yang pakai rok mini? “Sukanya... Abang ini intip-intip kupakai rok mini....”. Astaghfirullah... lagu apa ini?. Konon kabarnya lagu ini merupakan soundtrack sebuah sinetron yang ditolak tayang oleh beberapa stasiun televisi. Ya, pantas saja mengingat isi lagu yang seperti itu, tentu bisa diprediksi bagaimana cerita dalam sinetronnya. Dan sangat beruntung bagi lagu itu ketika sebuah stasiun televisi menjadikannya icon sebuah acara hiburan, dan ternyata mereka cukup bijak dengan hanya memakai musiknya saja yang mengiringi goyang caesar, tanpa menyertakan lirik lagu tak senonoh itu.
Apakah seni memang tak memiliki batas walaupun itu batas kesopanan dan moral? Lalu jika hanya mementingkan kebebasan berkesenian serta tentu saja kebebasan “mencari nafkah”, sudah bisa dijadikan sebagai alasan mengesampingkan kesehatan jiwa generasi muda yang merupakan bibit penerus perjuangan kita? Miris, ingin juga kadang menangis dalam hati melihat kehidupan yang penuh virus moralitas yang setiap saat menguntit langkah-langkah buah hati kita.
Seni itu indah, termasuk musik. Penulis pribadi juga mencintai musik, jujur saja. Tapi alangkah sayangnya jika kita melakoni hobi atau mengembangkan passion dengan tanpa etika. Kadang ingin melontarkan kepada para pencipta lagu, atau penyanyi itu,”Hai... coba kalau anakmu setiap hari dibisikin lirik-lirik lagumu, tegakah kamu membiarkannya begitu saja? Tak bisakah kalian membuat syair lagu yang lebih sopan, lebih mendidik, lebih halus? Kata siapa tema cinta (Yang notabene “menjual’) tidak bisa dikemas dengan lebih sopan dan anggun? Menurut penulis, jika kalian menyalahkan selera masyarakat, kalian hanya mencari kambing hitam. Sesungguhnya kalian bisa membentuk selera pasar dengan lebih baik, buatlah lagu dan musik yang tidak meracuni otak anak-anakmu.
 Apa kaubilang?  “Itu kan lagu dewasa?” Hai, memangnya anak-anak kita tidak punya kuping?. Bukan hanya anak-anak yang harus menulikan pendengarannya, tapi kalian pelaku musik itulah yang harus membuka mata yang buta akan resiko lagu-lagu yang kalian ciptakan atau yang kalian lantunkan itu untuk anak-anakmu.
Saran saya, marilah kita bekali anak-anak kita dengan pendidikan agama dan budi pekerti yang baik untuk menangkal pengaruh dari lagu-lagu nakal tersebut (tentu juga dari  pengaruh hal tak baik lainnya). Ke dua, himbauan penulis untuk pemerintah, menteri yang berkaitan dengan bidang seni, menteri agama, wakil-wakil rakyat, tolonglah pikirkan hal ini. Sampaikan amanat orang tua yang ingin anak-anaknya tak melulu mendengar lagu-lagu beracun itu, buatlah kebijakan, buat aturan main bagi pemilik dapur rekaman atau pencipta lagu sekaligus penyanyinya dalam meluncurkan lagu-lagu baru, kenakan denda yang besar atau sanksi yang membuat kapok bila karya mereka termasuk “tidak mendidik dan meracuni”. Yang ke tiga, kepada pelaku seni itu sendiri, marilah membuat karya yang membawa dampak baik pada masyarakat, minimal tidak menimbulkan keresahan akibat lagu ciptaan atau yang anda bawakan tersebut. Carilah nafkah dengan santun dan tak merugikan masyarakat banyak. Cintailah generasi muda, anggaplah mereka anak-anakmu jua.

Penulis hanya menyebut beberapa lagu tersebut, bukan berarti tak ada lagu lain yang liriknya “nakal”. Masih ada beberapa lagu yang tak sempat disebutkan penulis yang lirik-liriknya cukup mengkhawatirkan.  Harapan terakhir penulis, marilah menjadi pendengar yang cerdas. Insyaallah masyarakat Indonesia yng merasa sudah dewasa sudah bisa menilai sendiri mana lagu yang layak dan tidak layak. Tetapi, tetap kita harus memikirkan telinga dan otak anak-anak kita yang masih lugu dan mudah dimasuki oleh informasi apapun. Mari kita pikirkan mereka.....anak-anak kita.

Awas! Tracking adalah Malpraktik dalam Dunia Pendidikan


           Menurut Orang tua dan teman-temannya, Ilham adalah siswa yang rajin dan cerdas. Kebetulan, di sekolah Ilham masuk dalam kelas unggulan yang berisi siswa-siswa yang dianggap mempunyai IQ lebih tinggi dari yang lain. Orang tua Ilham bangga sekali dengan prestasi Ilham sehingga selalu memberi dorongan supaya Ilham juga lebih memacu kegiatan belajarnya agar di kelas itu ia bisa mempertahankan peringkat kelas. llham pun tak mau nilainya kalah dengan teman-temannya yang notabene adalah anak-anak yang di kelas sebelumnya memiliki prestasi tinggi, sehingga hampir setiap waktu di sela-sela kegiatan makan dan tidurnya ia isi dengan belajar dan belajar tanpa lelah. Hingga suatu hari ia mengeluh pusing kepala, dan ternyata pusing yang ia rasakan tak kunjung sembuh. Ia juga tak bisa menerima pelajaran dengan mudah seperti sebelumnya, hingga akhirnya prestasinya turun. Ia seperti kehilangan kemampuan untuk belajar lagi. Di sisi lain ia sangat khawatir akan mengecewakan orang tuanya. Apa yang terjadi pada Ilham?
            Ilham adalah korban dari kesalahan sistem yang banyak dipakai di sekolah- sekolah, yaitu program tracking yang membagi-bagi kelas sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak. Ada kelas yang berisi kumpulan anak-anak yang dianggap pintar, sementara kelas lain adalah kelas yang berisi anak- anak dengan kemampuan biasa-biasa saja. Bahkan ada yang membagi kelas menjadi tiga bagian, yaitu kelas anak cerdas, kelas anak rata-rata, dan kelas dengan kemampuan kognitif yang dianggap lemah.
            Ada juga yang menerapkan program kelas unggulan dengan pembedaan fasilitas pendukung di kelas yang digunakan. Pada kelas unggulan, didukung dengan fasilitas mewah, menggunakan AC, dilengkapi proyektor LCD, diajar oleh guru-guru yang spesial, dan kenyamanan lain yang tak didapat di kelas biasa. Biaya sekolah juga berbeda, layaknya harga tiket kelas eksekutif dengan kelas ekonomi. Meski Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di beberapa sekolah saat ini sudah dihapuskan oleh pemerintah, namun pada prakteknya masih ada yang menerapkan pembedaan kelas unggulan dengan kelas reguler.
            Secara psikologis, penerapan sistem seperti ini tidak sehat bagi siswa. Baik siswa yang masuk ke dalam kelas unggulan, ataupun yang masuk dalam kelas reguler. Apa yang dialami Ilham seperti yang digambarkan oleh Thomas Armstrong dalam bukunya Awakening Genius in the Classroom.  Thomas Armstrong telah melakukan penelitian mendalam tentang kelas khusus ini, dan hasil penelitian itu menunjukkan bahwa perkembangan psikologi dan kompetensi seorang siswa pandai yang masuk dalam kelas khusus anak pandai atau kelas akselerasi mempunyai resiko terjadinya kemunduran tingkat kecerdasan. Kompetisi yang terjadi setiap saat pada kelas ini menimbulkan ketegangan dan memenjarakan siswa dalam dikotomi kalah dan menang. Siswa yang tertinggal oleh teman-temannya langsung frustasi dan murung. Resiko negatif ini sangat buruk untuk perkembangan psikologis pendididkan anak tersebut, seperti yang sedang dialami oleh Ilham. Tujuan pendidikan pun menjadi rancu, bukan lagi murni agar siswa bisa menyerap ilmu yang diberikan guru dengan baik dan maksimal, tetapi beralih agar dapat memacu siswa bersaing untuk meraih nilai tertinggi agar peringkat prestasinya tetap bertahan di antara siswa lain yang juga cerdas.
            Lalu, apakah praktisi pendidikan tak pernah memikirkan apa yang dialami oleh siswa yang tak bisa masuk di kelas unggulan? Mereka menjadi tidak percaya diri di depan orang tua, dan justru pengelompokan itu seakan menjustifikasi secara mental bahwa ia memang anak yang tidak cerdas, padahal belum tentu demikian adanya. Bukankah ini sebuah kekejaman psikologis.
            Dari pengalaman beberapa siswa yang pernah menjalani kelas unggulan atau yang tidak bisa masuk kelas unggulan, dalam segi pergaulan sistemi ini pun berdampak kurang baik. Anak-anak yang berada di kelas unggulan cenderung egois, merasa diri lebih, dan akhirnya membatasi pergaulan sebatas hanya dengan teman-teman dari kelas unggulan juga. Walaupun tidak semua siswa unggulan seperti itu, namun setidaknya fakta yang terjadi menunjukkan gejala itu seperti pengakuan seorang guru yang pernah mendampingi siswa yang diberi sistem tracking, merasa menjadi guru yang gagal karena ternyata terjadi gap pergaulan antara siswa-siswa unggulan dan siswa-siswa yang dianggap biasa saja. Lalu bagaimana lagi jika pembagian itu menjadi tiga kelompok, yaitu kelas anak cerdas, kelas anak rata-rata, dan kelas anak “kurang”? Bisa pembaca bisa membayangkan sendiri hancurnya perasaan anak-anak yang berada di kelas “kurang”, serta kesenjangan pergaulan  yang tercipta makin memprihatinkan.
Lebih parah lagi jika yang berhak masuk di kelas unggulan, selain mereka yang dianggap pintar juga yang harus bisa membayar lebih untuk fasilitas di kelas itu. Seakan-akan dunia pendidikan dimanfaatkan untuk komersialisasi pihak-pihak yang berkepentingan. Pastinya ini juga mempertajam perbedaan antara siswa dari keluarga kaya dan keluarga biasa atau miskin .
            Jadi, apabila dirangkum, program kelas unggulan memiliki beberapa dampak yang merugikan, yaitu:
1.      Segi  psikologis:
a.       Anak-anak unggulan menjadi tertekan, belajar dengan suasana persaingan ketat.
b.      Anak-anak bukan unggulan menjadi turun rasa percaya dirinya, mendapat vonis sebagai anak tidak cerdas yang menyakitkan.
2.      Segi Pergaulan:
Terjadi kesenjangan antara anak-anak unggulan dan anak-anak bukan unggulan. Secara tidak langsung menggiring anak menjadi pribadi yang egois.
3.      Secara Kognitif:
Keadaan psikologis yang tegang terus-menerus mengakibatkan turunnya tingkat kecerdasan anak.
4.      Kaburnya tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang memang diberi kelebihan, sehingga ia sangat cepat menguasai pelajaran di kelas, sehingga waktunya atidak akan efisien bila hanya menunggu teman-temannya? Menurut pakar pendidikan Munif Chatib, syah-syah saja ada kelas akselerasi asal sistem kurikulumnya adalah SKS seperti yang diterapkan di universitas . Jika sistem yang dipakai adalah paket seperti yang diterpkan di Indonesia, maka kelas akselerasi kurang cocok. Justru guru bisa memberdayakan anak-anak yang belajar cepat untuk membantu temannya agar mencapai pemahaman yang maksimal dalam pembelajaran.
Jadi, bagaimanapun pembagian kelas tanpa pembedaan tingkat kecerdasan adlah lebih baik, karena tidak menunjukkan gejala kompetisi yang berlebihan seperti pada kelas unggulan atau akselerasi. Atau jika ingin lebih ideal, maka pembagian kelas terbaik adalah berdasarkan pada kesamaan dalam gaya belajar agar guru lebih mudah membuat rencana pembeljaran yang sesuai dengan gaya eblajar anak pada kelas tersebut.
Sayangi anak-anak Indonesia dengan tidak mengkotak-kotakkannya dengan sistem tracking di sekolah. Mereka semua adalah bibit emas bagi kemajuan bangsa. Mendidik mereka dengan metode yang tepat akan menghasilkan calon-calon penggerak kehidupan bangsa yang lebih bermutu baik otak maupun psikologisnya.








Kontraksi Palsu



Kehamilan merupakan sebuah karunia yang sangat didambakan oleh pasangan suami istri. Seiring dengan datangnya kebahagiaan, sering terselip juga perasaan cemas terutama pada calon ibu. Apakagi jika itu adalah kehamilan yang pertama. Bagaimanapun, ibu hamil memang perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kehamilannya, termasuk bagaimana nanti menghadapi saat persalinan, di mana kadang seorang ibu mengalami ciri-ciri kontraksi palsu. Bisa jadi saat kontraksi berlangsung saat umur kehamilan belum sampai waktunya sehingga kita mengira itu adalah kelahiran prematur. Atau juga saat kita mengira itu adalah kontraksi palsu, ternyata bayi kita lahir prematur.

Ciri-Ciri Kontraksi Palsu
Kontraksi palsu atau biasa disebut Braxton Hicks bisa terjadi mulai kehamilan enam minggu sampai menjelang hari persalinan, tetapi tidak semua ibu mengalaminya. Tetapi bagaimanapun, ibu hamil perlu mengetahui ciri ciri kontraksi palsu agar bisa membedakan saat mengalami kontraksi, apakah itu kontraksi palsu ataukah memang saatnya akan melahirkan.
Ciri-ciri kontraksi palsu bisa kita lihat sebagai berikut:
1.      Mulas pada kontraksi palsu biasanya  dimulai dari bagian atas rahim hingga ke bagian bawah, sedangkan kontraksi asli dimulai dengan rasa mulas dan nyeri di bagian pinggang sampai pada perut bagian bawah.
2.      Kebanyakan kontraksi palsu terjadi pada usia kehamilan memasuki 20 minggu atau trimester kedua, bahkan sebelumnya atau terjadi menjelang persalinan berlangsung. sedangkan kontraksi asli akan terasa saat usia kandungan telah cukup bulan, yaitu 27 minggu hingga 40 minggu, kecuali pada kelahiran prematur.
3.      Durasi berlangsungnya kontraksi palsu selama lebih dari 20 detik bahkan mencapai 2 menit lebih, sedangkan kontraksi asli berkisar 30-60 detik dan pada fase persalinan paling lama kontraksi terjadi 75 detik saja di antara waktu rehat.
4.      Kontraksi palsu makin lama akan hilang dengan sendirinya, atau akan hilang jika dibuat istirahat, atau mengubah posisi duduk atau berbaring. Sedangkan kontraksi asli makin lama makin kuat, makin sakit, dan area kewanitaan seperti akan mengeluarkan sesuatu.

        Bagaimana Cara Menghadapi Kontraksi Palsu?
Adapun langkah yang sebaiknya dilakukan saat menghadapi kontraksi palsu adalah:
1.      Cobalah ubah posisi saat itu. Misalnya dari berdiri ubah duduk. Kadang dibuat berjalan akan membuat keadaan  nyaman dan justru kontraksi akan berhenti.
2.      Cobalah latihan relaksasi pernapasan, menarik napas apanjang dari hidung, dan mengeluarkannya pelan-pelan. Meski tidak menghentikan kotraksi, namun dapat membantu mengatasi ketidaknyamanan.
3.      Cobalah minum air yang banyak, karena dehidrasi kadang bisa menyebabkan kontraksi.
4.      Mandi air hangat juga dapat membuat tubuh lebih rileks.
5.      Istirahatlah, mungkin anda kelelahan.

Jadi pastinya bermanfaat mengetahui ciri-ciri kontraksi palsu dan ciri-ciri kontraksi asli, agar suatu ketika jika mengalami kontraksi, Anda bisa mengambil tindakan yang tepat.







Ini Lho Ciri Ciri DB, Bu...




Demam berdarah atau disingkat DB adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue atau chikungunya, yang  ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Seperti penyakit yang disebabkan virus lainnya, seperti influenza atau campak, maka penyakit ini sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diobati karena penyakit virus memiliki sifat self-limiting disesase. Namun jika ketahanan tubuh tidak mendukung, maka dapat menyebabkan kematian. Maka, penderita perlu diberikan upaya –upaya agar tubuhnya dapat bertahan melawan penyakit ini.
Siapa saja bisa trekena penyakit ini? Anak-anak usia 4sampai 10 tahun, orang dewasa, juga bayi atau balita. Karena balita biasanya memiliki kekebalan tubuh yang rentan, maka kita perlu mengetahui ciri-ciri DB pada balita supaya bila sewaktu-waktu anak kita terjangkit penyakit ini, kita dapat mengetahuinya sedini mungkin.

 Ciri-ciri DB pada balita 

Ciri-ciri demam berdarah, terutama pada balita yaitu:

1.      Hari ke 1 sampai 3
a.       Demam dengan peningkatan suhu yang mendadak berkisar 38.5 derajat celcius hingga 40 derajat celcius selama 1 sampai 3 hari. panas akan turun jika minum obat penurun panas, tapi kemudian panas lagi.
b.      Tubuh lesu, lemah gerakan manjdi lamban. Nafsu makan hilang, mual, muntah. Bisa juga disertai diare. Pada anak di bawah dua tahun, biasanya wajah dan tubuh memerah.
c.       Nyeri pada perut
d.      Perdarahan, bisa berupa bintik-bintik merah seperti gigitan nyamuk di kulit. Bintik merah karena DB biasanya berada di daerah kulit yang tertutup pakaian, sehingga bisa dibedakan dengan bintik karena gigitan nyamuk. Bintik merah karena nyamuk, jika dipukul atau ditekan akan hilang, tapi bintik merah karena DB tidak hilang.  Gejala perdarahan lain yaitu mimisan karena pecahnya pembuluh darah di selaput lendir hidung karena demam yang tinggi. Gejala perdarahan lain juga bisa berupa gusi berdarah, atau keluarnya darah berlebihan saat terluka.
2.      Pada hari ke 3- 5
Pada saat ini suhu tubuh akan menurun seolah-olah tubuh sedang dalam masa pemulihan. Tapi justru ini adalah momen paling berbahaya. Jika demam hilang dan anak tampak segar, ingin bermain, nafsu makan dan minum meningkat, maka biasanya termasuk DB ringan. Bila suhu tubuh turun tapi badan menjadi lemah, ingin tidur, tidak mau makan minum, dan nyeri perut, ini adalah tanda awal dari shock, yaitu situasi tubuh yang sangat berbahaya karena semua organ tubuh kekurangan oksigen dan bisa mnegakibatkan kematian dalam waktu singkat. Napas anak menjadi cepat atau bahkan sesak. Seluruh tubuh menjadi dingin terutama oada tangan dan kaki, tubuh berkeringat berkeringat. Bibir dan kuku tampak kebiruan. Anak kehausan, kencing berkurang atau tidak bunag air kecil sama sekali. Perdarahan bisa berlanjut pada perdarahan gantrointestinal yang nampak ada tonjolan di perut yang menyakitkan bila disentuh, muntah darah, disntri dengan tinja berwarna hitam. Perdarahn juga bisa terjadi di paru-paru, atau yang mematikan yaitu perdarahan di otak.
3.      Pada hari ke 6
Waktunya penyembuhan. Demam menghilang, nafsu makan kembali pulih. Pada anak-anak, biasanya masih nampak lemah, muka agak bengka, dan perut masih tegang. Namun beberapa hari kemudian anak akan sembuh dengan sendirinya. Kadang disertai  gatal pada kulit yang berbercak putih.

Demikian gejala atai ciri-ciri DB pada balita. Dengan mengetahui gejala awal hingga akhir, diharapkan orang tua akan waspada jika anak terkena demam dengan gejala seperti di atas, sehingga dapat dilakukan perawatan atau membawa ke tempat pengobatan sedini mungkin.




Biasakan Mendongeng Sebelum Anak Tidur




Cerita dongeng buat balita biasanya sederhana, tokoh-tokohnya unik dan mudah diingat. Mengapa balita perlu dibacakan dongeng? Seberapa jauh pengaruh dongeng yang diberikan pada balita? Apakah balita mengerti ketika kita bacakan dongeng ? 
Balita Perlu Perhatian Khusus
Memiliki balita memang menyenangkan, walaupun terkadang ada sedikit kerepotan yang kita alami. Bagi ibu perhatian dengan anak, pastinya selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anaknya. Selain memenuhi kebutuhan jasmani, anak juga perlu dipenuhi kebutuhan rohani atau psikologinya. Begitu juga dengan balita. Tak hanya memberikan makanan dan perawatan sebaik mungkin, tapi kita juga perlu memberinya stimulan atau latihan-latihan untuk mengasah motorik maupun emosinya agar kelak anak menjadi pribadi yang sehat, cekatan dan peka akan kondisi di sekitarnya.
Beberapa Manfaat Dongeng untuk Balita
            Adakah yang menganggap bahwa mendongeng itu sangat merepotkan di kala tubuh lelah dan ingin segera tidur? Sayang sekali jika itu yang terpikir oleh orang tua yang memiliki anak terutama balita. Padahal cerita dongeng buat balita sangatlah banyak manfaatnya. Apa saja manfaatnya?
1.      Merekatkan hubungan orang tua dan anak;
Saat mendongeng, secara fisik antara orang tua dan anak saling berdekatan. Ini menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepercayaan anak pada orang tua makin meningkat.
2.      Mengoptimalkan perkembangan psikologis dan kecerdasan anak secara emosional.
Tak mudah bagi balita mempelajari nilai-nilai moral dalam kehidupan seperti anak-anak yang lebih besar atau remaja. Dengan cerita dongeng untuk balita maka kita bisa memberikan contoh melalui tokoh dalam cerita yang kita dongengkan. Dongeng akan membantu anak menyerap nilai-nilai emosional pada sesama. Juga kan melatih anak akan rasa empati kepada sesama, dengan mengetahui bahwa di dunia ini ada kejadian sedih, ada yang tertimpa musibah, tokoh baik, tokoh jahat, tokoh yang malang, dan sebagainya. Kecerdasan emosional sangat penting bagi kehidupan sosial kelak.
3.      Cara terbaik mengarahkan daya imajinasi balita ke arah positif .
Dunia anak adalah dunia imajinasi. Tak jarang juga seorang anak berbicara dengan teman khayalannya. Maka kita sebagai orang tua harus bisa mengarahkan daya imanjinasi yang sangat bagus itu ke arah yang baik. Salah satunya adalah dengan mendongeng.
4.      Merupakan stimulasi dini yang mampu merangsang ketrampilan berbahasa pada balita.
Perlu kita ketahui bahwa mendongeng pada anak mampu merangsang anak-anak terutama perempuan dalam meningkatkan ketrampilan berbahasa mereka. Kisah-kisah dongeng yang mengndung cerita perilaku positif akan membuat balita menjadi sering mendengar tutur kata yang baik dan sopan, yang kemudian akan diingat dan dipraktekkannya, karena balita adalah peniru ulung.
5.      Meningkatkan minat baca anak
Dengan membacakan cerita dongeng ke balita, akan timbul rasa tertarik dan penasaran terhadap bahan bacaan atau buku yang kita bacakan. Ada keinginan untuk bisa membacanya sendiri sehingga ia tertarik untuk belajar membaca.
            Jadi, jangan lewatkan kesempatan emas membentuk pribadi balita kita melalui mendongeng. Cerita dongeng buat balita sangat penting untuk bekal hidupnya kelak.